SURAT IBU UNTUK PARA AKTIVIS KAMPUS
"Dimana rumahmu Nak?"
 
 Orang bilang anakku seorang aktivis. Kata mereka namanya tersohor 
dikampusnya sana. Orang bilang anakku seorang aktivis. Dengan segudang 
kesibukan yang disebutnya amanah umat. Orang bilang anakku seorang 
aktivis. Tapi bolehkah aku sampaikan padamu nak? Ibu bilang engkau 
hanya seorang putra kecil ibu yang lugu.
 
Anakku...
Sejak mereka 
bilang engkau seorang aktivis, ibu kembali mematut diri menjadi ibu 
seorang aktivis. Dengan segala kesibukkanmu, ibu berusaha mengerti betapa
 engkau ingin agar waktumu terisi dengan segala yang bermanfaat. Ibu 
sungguh mengerti itu nak, tapi apakah menghabiskan waktu dengan ibumu 
ini adalah sesuatu yang sia-sia nak? Sungguh setengah dari umur ibu 
telah ibu habiskan untuk membesarkan dan menghabiskan waktu bersamamu 
nak, tanpa pernah ibu berfikir bahwa itu adalah waktu yang sia-sia.
 
 Anakku...
Kita memang berada disatu atap nak, di atap yang sama saat dulu 
engkau bermanja dengan ibumu ini . Tapi kini dimanakah rumahmu nak? Ibu 
tak lagi melihat jiwamu di rumah ini. Sepanjang hari ibu tunggu 
kehadiranmu dirumah, dengan penuh doa agar Allah senantiasa menjagamu. Larut malam engkau kembali dengan wajah kusut. Mungkin tawamu telah 
habis hari ini, tapi ibu berharap engkau sudi mengukir senyum untuk ibu 
yang begitu merindukanmu. Ah,lagi-lagi ibu terpaksa harus 
mengerti, bahwa engkau begitu lelah dengan segala aktivitasmu hingga tak 
mampu lagi tersenyum untuk ibu. Atau jangankan untuk tersenyum, sekedar 
untuk mengalihkan pandangan pada ibumu saja engkau tak mau, katamu engkau 
sedang sibuk mengejar deadline. Padahal, andai kau tahu nak, ibu ingin 
sekali mendengar segala kegiatanmu hari ini, memastikan engkau baik-baik 
saja, memberi sedikit nasehat yang ibu yakin engkau pasti lebih tahu. Ibu 
memang bukan aktivis sekaliber engkau nak, tapi bukankah aku ini ibumu? Yang 9 bulan waktumu engkau habiskan didalam rahimku..
 
 Anakku...
Ibu mendengar engkau sedang begitu sibuk nak. Nampaknya engkau begitu 
mengkhawatirkan nasib organisasimu, engkau mengatur segala strategi untuk
 mengkader anggotamu. Engkau nampak amat peduli dengan semua itu, ibu 
bangga padamu. Namun, sebagian hati ibu mulai bertanya nak, kapan terakhir
 engkau menanyakan kabar ibumu ini nak? Apakah engkau mengkhawatirkan 
ibu seperti engkau mengkhawatirkan keberhasilan acaramu? Kapan terakhir
 engkau menanyakan keadaan adik-adikmu nak? Apakah adik-adikmu ini 
tidak lebih penting dari anggota organisasimu nak?
 
 Anakku...
Ibu 
sungguh sedih mendengar ucapanmu.Saat engkau merasa sangat tidak 
produktif ketika harus menghabiskan waktu dengan keluargamu . Memang 
nak,menghabiskan waktu dengan keluargamu tak akan menyelesaikan tumpukan
 tugas yang harus kau buat,tak juga menyelesaikan berbagai amanah yang 
harus kau lakukan .Tapi bukankah keluargamu ini adalah tugasmu juga 
nak?bukankah keluargamu ini adalah amanahmu yang juga harus kau jaga 
nak?
 
 Anakku...
Ibu mencoba membuka buku agendamu. Buku agenda sang
 aktivis. Jadwalmu begitu padat nak, ada rapat disana sini, ada jadwal 
mengkaji, ada jadwal bertemu dengan tokoh-tokoh penting. Ibu membuka 
lembar demi lembarnya, disana ada sekumpulan agendamu, ada sekumpulan 
mimpi dan harapanmu. Ibu membuka lagi lembar demi lembarnya, masih saja 
ibu berharap bahwa nama ibu ada disana. Ternyata memang tak ada nak, tak 
ada agenda untuk bersama ibumu yang renta ini. Tak ada cita-cita untuk 
ibumu ini. Padahal nak, andai engkau tahu sejak kau ada dirahim ibu tak 
ada cita dan agenda yang lebih penting untuk ibu selain cita dan agenda 
untukmu, putra kecilku..
 
 Kalau boleh ibu meminjam bahasa 
mereka, mereka bilang engkau seorang organisatoris yang profesional. Boleh
 ibu bertanya nak, dimana profesionalitasmu untuk ibu? Dimana 
profesionalitasmu untuk keluarga? Dimana engkau letakkan keluargamu 
dalam skala prioritas yang kau buat?
 
 Ah, waktumu terlalu mahal nak. Sampai-sampai ibu tak lagi mampu untuk membeli waktumu agar engkau bisa bersama ibu..
 
 Setiap pertemuan pasti akan menemukan akhirnya. Pun pertemuan dengan 
orang tercinta, ibu, ayah, kakak, dan adik . Akhirnya tak mundur sedetik tak 
maju sedetik. Dan hingga saat itu datang, jangan sampai yang tersisa 
hanyalah penyesalan. Tentang rasa cinta untuk mereka yang juga masih malu
 tuk diucapkan. Tentang rindu kebersamaan yang terlambat teruntai.
 #copied from one of facebook group of mine# Tulisan yang bagus dan begitu menyentuh. 
  
😊
      
 
 
 
          
      
 
  
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Copyright© All Rights Reserved ayoraihprestasi.blogspot.com
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pembaca yang budiman.
Silakan tinggalkan komentar.
We'll be glad to respond your comment(s). ^_^