(。◕‿◕。) AYO RAIH PRESTASI



Assalamu'alaikum. Di dalam blog ini terdapat sekumpulan materi sekolah maupun kuliah. Ingin usul materi lain?
Silakan tinggalkan komentar / isi guest book di sidebar sebelah kanan ya.
Bagi-bagi ilmu sambil cari rezeki. Bismillah. Kami menjual aneka gamis, baju couple, sandal karakter, garskin HP, garskin notebook / laptop, stiker pengiriman, desain brosur, dll. Minat? Just comment. :)

Warm regards

-Ririt & Riana-

Kursor

Queens Crown

Jumat, 21 September 2012

PROPOSAL PSIKOLOGI EKSPERIMEN Ms.Word

 
I. Latar Belakang
Perkembangan pola pikir anak dalam budaya Indonesia telah berkembang pesat khususnya anak usia dini. Namum perkembangan yang pesat ini justru berdampak negatif dalam perkembangan sosioemosional. Banyaknya tuntutan dalam pendidikan formal membuat anak usia dini menjadi kurang memperdulikan lingkungan sosialnya. Kebanyakan dari orang tua menuntu prestasi akademik tanpa melihat perilaku dan bagaimana interaksinya dengan lingkungan sosialnya.

 
II. Permasalahan
Kehidupan manusia tidak akan pernah terlepas dari interaksi sosial, membutuhkan orang lain dan selalu berusaha menjalin hubungan dengan sesamanya melalui komunikasi. Proses komunikasi terjadi saat manusia menyampaikan informasi, ide, konsepsi, pengetahuan, perasaan, sikap, perubahan kepada sesamanya secara timbal balik, sebagai penyampai maupun penerima komunikasi.
Komunikasi dapat dilakukan secara verbal, maupun non verbal. Komunikasi secara verbal dilakukan melalui berbicara dan menulis. Sedangkan komunikasi non verbal dilakukan dengan tindakan atau atribusi yang dilakukan seseorang untuk bertukar makana dan mencapai tujuan tertentu. Manusia tidak bisa dilepaskan dari berbicara, berekspresi, serta bergerak saat melakukan proses komunikasi.
Dalam komunikasi non verbal, terdapat pula perilaku altruisme yaitu perilaku menolong orang lain tanpa memikirkan diri sendiri. Perilaku ini mencakup perilaku sosial seorang individu dalam kehidupan sehari – hari yang tidak bisa dilepaskan dari adanya orang lain.
Anak – anak merupakan cikal bakal
generasi penerus bangsa yang diharapkan mampu mengekspresikan perilaku sosialnya dalam interaksi sosialnya dengan baik, yang salah satunya adalah perilaku altruisme. Hal ini dapat mempengaruhi perubahan yang terjadi dalam aspek kehidupan sosial, khususnya dalam pembentukan moral.

III. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh story telling terhadap perilaku altruisme pada anak – anak. Dengan manfaat antara lain:
  • Dengan adanya penelitian, diharapkan anak – anak menjadi terbiasa menerapkan perilaku altruisme dalam
    kehidupan sehari – hari.
  • Diharapkan anak – anak dapat membedakan perilaku prososial dengan perilaku anti sosial.
  • Anak – anak dapat menampilkan perilaku altruisme yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang dibutuhkan.


LANDASAN TEORI

Altruisme didefinisikan sebagai hasrat untuk menolong orang lain tanpa memikirkan kepentingan sendiri (Myers,1996). Alasan manusia menolong karena dibiasakan oleh masyarakat untuk menolong dan untuk perbuatan itu masyarakat menyediakan ganjaran yang positif.

I. Teori-Teori Menolong
A. Teori Behaviorisme
Perilaku menolong atau altruisme dapat terbentuk melalui kondisioning klasik dari Pavlov. Manusia menolong karena
dibiasakan oleh masyarakat untuk menolong dan untuk perbuatan itu masyarakat mempunyai ganjaran yang positif (Macy,1995)
B. Teori Pertukaran Sosial
Teori yang baru, tidak hanya membahas proses pembiasaan yang sederhana. Teori ini dasarnya adalah prinsip sosial ekonomi. Segala tindakan yang dilakukan orang mempertimbangkan untung ruginya. Tidak hanya berupa finansial atau materi tapi juga dalam bentuk psikologis seperti memperoleh informasi, perhatian, pelayanan, status, penghargaan, kasih sayang dan sebagainya (Foa&Foa,1973).
Menurut teori pertukaran (Blau, 1964; Homans, 1961; Thibaut & Kelley, 1959) perilaku individu dipandu oleh prinsip memaksimalkan manfaat dan meminimalkan biaya untuk mendapatkan hasil yang paling menguntungkan dalam setiap interaksi manusia. Individu memilih satu kegiatan atau situasi bukan lain jika satu lebih menguntungkan atau lebih murah bagi mereka daripada yang lain. Sejalan dengan prinsip-prinsip ini, interaksi sosial akan diulang hanya jika peserta dalam interaksi yang diperkuat sebagai fungsi memiliki berpartisipasi dalam hubungan. Karena tujuan masing-masing individu dalam interaksi sosial adalah memaksimalkan keuntungan, ia berpikir terutama dari apa yang ia dapatkan dari orang lain: dimana orang lain adalah instrumental untuk kepuasan keinginannya. Keuntungan termasuk manfaat materi seperti uang atau barang dan manfaat sosial seperti persetujuan, pengakuan, atau kekuasaan. Deskripsi ini menggambarkan model dari "manusia ekonomi," yaitu, orang yang menghitung setiap tindakan dan mencari manfaat dalam interaksi masing-masing.
Menurut pendekatan pertukaran, altruisme adalah perilaku yang berperan dalam menerima imbalan di masa depan. Pertukaran sosial melibatkan prinsip bahwa orang yang tidak mendukung untuk lain mengharapkan kembali masa depan (Blau, 1964; Gouldner, 1960). Kita tahu bahwa orang-orang yang kami bantu berkewajiban untuk "membayar kami kembali."
Sebuah "altruisme" jelas melingkupi kehidupan sosial, orang-orang yang ingin menguntungkan satu sama lain dan membalas untuk manfaat yang mereka terima. Tapi di balik ini tampak tidak mementingkan diri sendiri yang mendasarinya "egoisme" dapat ditemukan, kecenderungan untuk menolong orang lain sering dimotivasi oleh harapan bahwa hal tersebut akan membawa manfaat sosial. Selain ini keprihatinan diri tertarik dengan keuntungan dari asosiasi sosial, bagaimanapun, ada lagi sebuah "altruistik" elemen atau, setidaknya, satu yang menghilangkan transaksi sosial dari egoisme sederhana atau hedonisme psikologis. Seseorang mencari hadiah dasar dalam asosiasi mereka adalah persetujuan sosial, dan egois mengabaikan orang lain tidak memungkinkan untuk mendapatkan hadiah ini penting.
Homans (1961) melangkah lebih jauh, menunjukkan bahwa kepuasan nilai-nilai seseorang bisa menjadi imbalan penting. Ia berpendapat bahwa "selama nilai-nilai seseorang yang altruistik, mereka dapat mengambil keuntungan dalam altruisme juga. Beberapa untung terbesar kita tahu altruists". Dengan demikian, Homans sepakat bahwa berbuat baik kepada orang lain mungkin hadiah dengan sendirinya. Demikian pula, Blau (1964) menyatakan bahwa pada kesempatan langka seseorang akan membantu orang lain yang membutuhkan bahkan tanpa mengharapkan apapun bentuk ucapan terima kasih dari penerima. "Seorang individu juga dapat memberikan uang karena tuntutan hati nuraninya bahwa ia membantu mendukung kurang mampu dan tanpa mengharapkan apapun bentuk rasa syukur dari mereka" (hal. 91). Blau menganggap seperti tindakan pertukaran bantuan untuk persetujuan internal superego. Menurut Blau tindakan ini relatif jarang. Ada orang yang membantu orang lain tanpa pamrih "tanpa memikirkan imbalan dan bahkan tanpa mengharapkan terima kasih, tapi ini hampir orang-orang kudus, dan orang-orang kudus yang langka".

C. Teori Empati
Batson (1991, 1995) menyatakan bahwa egoisme dan simpati berfungsi bersama-sama dalam perilaku menolong. Dari segi egoisme, perilaku menolong dapat mengurangi ketegangan diri sendiri, sedangkan dari simpati, perilaku menolong itu dapat mengurangi penderitaan oranng lain. Gabungan dari keduanya menjadi empati yaitu ikut merasakan penderitaan orang lain sebagai penderitaan diri sendiri.

D. Teori Norma Sosial
Menjelaskan bahwa perilaku altruistik didasarkan pada norma-norma sosial yang berlaku. Alasan perilaku individu harus sesuai dengan aturan norma yang berlaku antara lain :
1.   Kesesuaian dengan norma yang berlaku, adanya sanksi dalam rangka menegakkan sesuai dengan standar normatif perilaku.
2.   Norma dapat membantu menentukan realitas dan mengurangi ketidakpastian

Kritik terhadap pendekatan normatif
Penjelasan normatif perilaku altruistik telah dikritik atas beberapa alasan. Darley dan Latane (1970) berpendapat:
1.   Penggunaan berbagai norma atau untuk menjelaskan perilaku altruistik melemahkan kegunaan jelas mereka karena perilaku pun dapat digambarkan sebagai normatif.
 2.  Norma sering bertentangan satu sama lain dan karena itu penjelasan normatif sering digunakan sebagai factum interpretasi posting.
3.   Norma dinyatakan terlalu samar untuk membimbing tindakan konkret.
4.   Ada sedikit bukti bahwa orang berpikir tentang norma ketika mereka berperilaku altruistically.
5.   Temuan eksperimental tentang perilaku bertentangan dengan beberapa resep normatif.
Krebs (1970) menambahkan bahwa penjelasan normatif jatuh ke dalam lingkaran penalaran-tautologi-yaitu, selalu mungkin untuk mengatakan bahwa norma dipandu perilaku jika seseorang berperilaku sesuai dengan norma, dan bahwa norma itu tidak diaktifkan dalam situasi tertentu jika seseorang tidak berperilaku sesuai dengan norma.
Menolong orang menurut teori ini berdasarkan keharusan dari norma-norma masyarakat. Ada tiga macam norma sosial yang dijadikan pedoman untuk berperilaku menolong.

   1.  Norma timbal balik

Inti dari teori ini yaitu membalas pertolongan dengan pertolongan
  1. Norma tanggung jawab sosial
Kita wajib menolong orang lain tanpa mengharapkan balasan apapun dimasa depan.
  1. Norma keseimbangan
Cenderung berlaku di dunia timur. Yang intinya adalah seluruh alam semesta harus berada dalam keadaan yang seimbang, serasi, dan selaras. Manusia berkewajiban membantu mempertahankan keseimbangan tersebut, misalnya dengan perilaku menolong.
E. Teori Evolusi
Teori menekankan altruisme untuk bertahan, atau mempertahankan jenis dalam proses evolusi.
  1. Perlindungan kerabat
Yang dimaksudkan di sini yaitu tentang adanya naluri melindungi kerabat kita yang terdekat. Atau dalam peperangan yang diutamakan selamat adalah anak-anak dibanding orang tua. Namun naluri melindungi yang berlebihan dapat melewati batas moral dan keadilan.
  1. Timbal balik biologik
Menolong untuk memperoleh pertolongan kembali. Teori ini dikemukakan oleh Robert Trivers (dalam Binham,1980)
  1. Orientasi seksual
Kaum minoritas pada homoseksual lebih mempunyai kecenderungan altruisme lebih besar daripada masyarakat yang heteroseksual. Ini bertujuan untuk mempertahankan jenisnya daripada yang heteroseksual.

F. Teori Perkembangan Kognisi
Tingkat perkembangan kognitif akan berpengaruh pada perilaku menolong (Piaget). Misalnya pada anak-anak, perilakku menolong mereka masih berdasarkan pertimbangan hasil. Semakin dewasa anak tersebut, semakin tinggi kemampuanya untuk berpikir secara abstrak, dan makin mampu mempertimbangkan usaha atau biaya untuk perilaku menolong itu (Lourenco,1994).
😊

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pembaca yang budiman.
Silakan tinggalkan komentar.
We'll be glad to respond your comment(s). ^_^

Copyright© All Rights Reserved ayoraihprestasi.blogspot.com